Live in Socialite World

Sekarang ini udah gak jaman menjadikan selebriti sebagai panutan untuk ditiru gaya busana dan style nya. Sekarang ini justru para sosialita yang merajai trend dalam pemilihan busana atau tas dan sepatu.

Coba imajinasikan percakapan berikut:

“Gue mo nitip tas Hermes sama si Endang ah. Dia kan lagi ke Eropa.. lebih gampang dapetnya disana. Malu atuh, smua temen-temen arisan gue nenteng tas Hermes smua. Ntar kan bisa gue pake di acara ultahnya si Lili.”

“Klo gue mah udah punya Hermes. Lagi pengen sepatu Louboutin merah itu lho yang kaya punya si Dibbie.”

Barang-barang mewah seharga puluhan bahkan seratus juta itu dipercaya bisa menaikkan pamor sang pemakai. Mereka berburu barang-barang mewah tersebut. Kalo dah nenteng satu, rasanya bagaikan sejajar dengan kaum sosialita papan atas. I’m a girl in Hermes bag. Mungkin kalimat itu sukses membuat si empunya percaya diri di level ke-7. Walau negara lagi krisis, krisis moneter kek, krisis Century kek, the style must go on.

Walau tidak semua, tapi banyak sosialita ini yang krisis-percaya-diri. Mungkin membeli barang bukan lagi perkara ‘bagus yah’ melainkan ‘apa nih merk nya?’ Mari kita lihat majalah papan atas B*z**r. Halaman-halaman terakhirnya dipenuhi foto para sosialita. Inilah yang membuat para sosialita berpikir dua kali sebelum memakai sesuatu yang tidak bermerk ke sebuah ajang gaul yang kemungkinan bakal diliput sang majalah. Siapa sih yang mau ditulis di majalah: Dian Simbali in ManggaDua dress? Pasti ‘Dian Simbali in Roberto Cavalli’ terdengar lebih keren dan ‘layak’ untuk nampang di majalah.

Kefanatikan terhadap suatu merk ini juga menimbulkan pemberian ‘label’ kepada mereka. Si A yang kemana-mana tidak lupa menenteng Channel bag nya disebut-sebut sebagai Channel girl. Si B yang hobi pesiar keluar negeri juga diberi label ‘petualang’. Layaknya barang, tiap sosialita ini diberi label oleh orang sekitarnya. Ini namanya resiko orang terkenal – selalu dilihat dan dilabeli oleh orang sekitarnya.

Berhubung tidak tinggal di ibukota, aku tidak pernah ketemu sosialita papan atas – walau hapal nama-nama mereka saking seringnya nongol di majalah.
Tapi ada juga lho sosialita kecil-kecilan di Semarang. Berumur 17-25an, pergaulan sangat luas sehingga sanasini kenal semua, kerap hadir di acara ultah (siapapun yang ultah), rajin update facebook dengan foto teranyar, rajin update status Blackberry Messenger (BBM) supaya tetap ‘eksis’. Bahkan aku selalu punya kategori Socialita di facebook friends maupun di BBM contacts untuk menempatkan para ‘cowociwi gaul’ ini. Dan bisa ditebak, kategori ini pula yang paling sering aku cek update nya. Entahlah, mungkin karena mereka menarik dan enak dilihat – jadi ga bosen-bosen liat fotonya klo ada yang baru. Atau juga status nya yang sering lebay. Atau mungkin mereka emang punya magnet tersendiri ya, sehingga apapun yang berhubungan dengan mereka kok rasanya menarik untuk disimak.

Beberapa hari yang lalu aku diundang ke acara ultah teman – salah satu cewe di list Socialita. Bisa ditebak, yang datangpun banyak dan saling kenal. Setelah berbasabasi dan menyantap makanan yang begitu lezat dan nikmat, kuamati sekitarku. Rupa-rupanya banyak yang tengah asik memainkan HP nya, sebagian lagi menaruh HP nya tergeletak di meja. Mataku mengerjap-ngerjap, dari ujung meja sana sampai sini – kira-kira 20 orang lebih – semua menggengam Blackberry!

Memang deh namanya juga hidup di kaum Socialita. Eksis itu penting (facebook, twitter, Blackberry Messenger, majalah?), punya duit juga penting. Supaya ga ktinggalan memiliki barang-barang mewah seperti yang dimiliki teman sebelah. Emangnya mau sini keliatan paling butut bin kusut sedangkan sebelahnya bergaun seksi, ber tas Channel, rambut keluaran dari salon? 

Jadi sosialita itu mahal harganya bok ;P