Malaysian Airline dan Pilpres 2014

Malam ini gw lagi menikmati me time, baca-baca detik news di hape. Sampe tiba-tiba ada berita mengejutkan tentang jatuhnya pesawat Malaysia Airline MH-17. Bukan kecelakaan atau hilang seperti pendahulunya, tapi ditembak/diroket sehingga jatuh dan terbakar. Pesawat tersebut jatuh di daerah konflik perbatasan Rusia – Ukraina.

Reaksi gw: ‘Kenapa? Kenapa Tuhan?’ Banyak orang ga bersalah di dalam sana. 295 orang diperkirakan tewas. Bahkan ada WNI yang mengaku adiknya naik pesawat tersebut dari Belanda, transit di KL, dan akan melanjutkan penerbangan ke Jakarta untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarganya di Indonesia. Tapi tentu gw yang cuma manusia biasa ini gatau apa sebabnya musibah ini terjadi. Gatau pula kenapa katanya pemberontak Ukraina itu nembak pesawat Malaysia dari jurusan Amsterdam ke Kuala Lumpur (apa hubungannya coba?).

Untuk Malaysian Airline sendiri tentu ini pukulan berat, setelah kurang lebih 4 bulan lalu musibah yang menimpa MH-370 (yang masih jadi misteri sampai hari ini), sekarang dihadapkan dengan musibah lagi MH-17.

Gw berharap mudah-mudahan kejadian seperti ini ga terulang lagi. My deep condolences for the victim’s family. Semoga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kekuatan. My prayers be with you.

———————————————————————————————————————-

Mungkin berita diatas mengikis sedikit suasana panas di sosial media (well setidaknya di timeline gw lumayan panas hehe) tentang capres 2014. Semua tau lah ya, dari tanggal 9 Juli kmaren sampe hari ini, dan mestinya sampe tanggal 22 Juli nanti pengumuman KPU, masing-masing relawan kedua kubu capres ini ga henti-hentinya saling serang dan lama-lama menjurus ke saling hina personal.

Gw mendukung salah satu kubu. Dan gw juga ga suka kubu lawan karena banyak alasan yang ga perlu gw sebutkan disini (nanti tambah panas pula disini hehe). Tapi setelah beberapa hari, gw melihat dari sudut pandang kubu lawan, bahwa mereka sama fanatiknya dengan kubu gw. Sama dengan yakin bahwa pilihannya yang benar. Sama dengan yakin bahwa pilihannya yang seharusnya menang, yakin bahwa pilihan gw yang curang, yakin bahwa banyak rakyat Indonesia yang menginginkan dia sebagai Presiden 2014. Gw jadi melongo.. lalu sadar. Kalo seperti ini NKRI kita akan terpecah jadi dua. Siapapun yang dinyatakan menang tanggal 22 nanti, kedua pihak akan saling tidak terima. Karena kita tahu sendiri, sejak awal polemik Quick Count yang berbeda, lalu kecurangan-kecurangan yang dicurigai di berbagai wilayah, kedua kubu akan punya alasannya masing-masing untuk menolak putusan KPU dan lanjut ke MK. Siapa yang jadi korban disini? AKU dan KAMU. Kita akan terus saling share artikel dan komen serangan. Kita akan terus kebingungan siapa sebenarnya yang curang, siapa sebenarnya yang meraih suara terbanyak rakyat? Kita akan saling tuduh dan saling benci.

Lalu gw ingat saat gw bertengkar dengan suami. Kadang kita bertengkar hal tidak penting, namun karena ego masing-masing gamau ngaku salah, maka kita diam-diaman ber jam-jam lalu kalo sudah kesel salah satu akan menyapa di BBM / YM untuk meluapkan uneg-uneg kemarahan. Ya emang rupanya lebih enak marah lewat ketikan ketimbang teriakan (menurut kita). Lalu akhirnya damai dan masing-masing minta maaf. Bukannya minta maaf karena merasa salah, tapi karena gw dan dia sadar: I love you.. more than this unimportant stuff we quarrel about.

Membaca status-status dari pendukung kubu sebelah, gw juga jadi sadar: I love you Friend.. more than this presidency stuff. Meski gw bisa membayangkan seandainya pilihan gw dinyatakan kalah, gw pasti dalam hati masih ga terima. Tapi gw mau belajar untuk legowo, siapapun yang dinyatakan menang (entah menang beneran atau hasil konspirasi), gw akan belajar menerima dan merelakan. Toh Presiden ini hanya jabatan 5-10 tahun. Apa lantas separoh rakyat negeri ini mau pindah keluar negeri jika capres pilihannya tidak terpilih? Apakah lantas separuh rakyat mau boikot dan mogok kerja jika capres pilihannya tidak terpilih? Apa Anda lebih mencintai capres pilihan Anda ketimbang Bangsa dan Negara Indonesia sendiri?

Gw percaya Tuhan campur tangan dalam kehidupan kita. Jadi yang bisa gw lakukan cuma berdoa. Untuk masa depan Indonesia yang lebih baik, aman dan sejahtera, my prayers be with you Indonesia.

 

 

 

Aku Cinta Indonesia

Aku nonton debat capres kemaren, meski setengah-setengah karena sambil makan malam. Debat capres ini diharapkan menjadi sebuah debat yang seru mengingat ini debat capres terakhir sebelum pilpres. Ngomong-ngomong soal pilpres, sampai hari ini aku belom terima surat pemilihan suara, dimana yahhh surat hak milih nya? 😦 Kadang aku berandai-andai kalo di negeri kita diadakan Online Pemilu, tentu lebih praktis. Buat yang gak punya akses internet ya harus tetep nyontreng secara manual. Keuntungan Online Pemilu:

– Irit biaya (gak pake kertas segede gaban kaya pemilu kmaren)
– Praktis dan mengurangi golput (yang lagi liburan ke luar kota/negeri, tetep bisa ikut nyontreng. Contohnya misua yang hari ini ke Jakarta, berhubung belom trima surat suara yah dia brangkat ke Jakarta tanpa bisa ikut pemilu di Jakarta kan)
– Lebih rahasia (ya iyalah.. cuman di kamar between u and ur laptop)
– Meringankan pekerjaan para panitia KPU (terus terang aku gak bisa bayangin mereka bermalam-malam ngitungin ribuan surat suara secara manual dan primitip – dibuka lipatannya, dicatet, dicek, dicek, dicek, dan dicek lagi)
– para pemilih bisa lebih aktip (beberapa temanku ada yang tidak terdaftar di DPT pemilu lalu, berhubung sibuk / malas, akhirnya dia tidak berusaha mendapatkan surat hak milih nya, akhirnya ya gak nyontreng. Mungkin kalo pemilih bisa milih langsung tanpa pake DPT-DPT an, akan mengurangi golput)

Yah segitu aja sih. Tentu kita tahu kekurangan terbesar yang belom memungkinkan sistem ini dilakukan:

– Sistem Teknologi Informasi yang (mungkin) belom canggih, dan berbagai resikonya: hacking, cyber crime, etc yang bisa mengakibatkan data lost, data manipulation, etc.
– Pengguna internet di Indonesia yang masih kecil, sekitar 10% dibandingkan dengan total jumlah penduduknya. Sumber:http://scriptintermedia.com/view.php?id=2527&jenis=ITNews
– Kecenderungan pihak yang kalah akan mengatakan bahwa ada manipulasi data dan blablabla.. dan mendesak supaya diadakan pemilu ulang (kenapa yah pihak yang kalah tidak bisa legowo menerima kekalahannya, segitunyakah ingin jadi orang nomer 1 negeri ini??)

 Kembali ke debat capres tadi. Satu hal yang membuatku mendongak dari makan malamku, saat debat capres itu dibuka dan lagu Indonesia Raya berkumandang. Tiba-tiba pikiranku terbang ke beberapa tahun silam, saat aku masih kuliah di negeri kanguru. Selama beberapa tahun aku tinggal disana, setiap 17 Agustus ada perayaan Kemerdekaan Indonesia – entah oleh mahasiswa ato di gereja. Yang jelas biasanya panitia acara akan meminta kami berdiri sejenak dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Aku masih ingat betapa bergetarnya perasaanku ketika aku menyanyikan lagu kebangsaan di negeri orang lain. Campuran perasaan nasionalis bahwa aku orang Indonesia, bangga jadi orang Indonesia, serta kangen yang membuncah dengan kampung halaman. Ternyata ada gunanya ya dari TK-SMA aku nyanyi lagu itu tiap upacara bendera :D, lagu ini membawa kenangan tersendiri akan Indonesia terutama ketika kita sedang jauh dari kampung halaman.

Beberapa waktu yang lalu aku juga nonton film KING. Film yang bagus dan mengajarkan kita bahwa kita patut berbangga terhadap negeri kita. Pemandangan alamnya yang luar biasa indah (sbenarnya banyak tempat bagus di Indonesia, sayang kurang dikelola oleh pemerintah) dan bulutangkisnya yang jadi juara dunia (dulu..). Overall, filmnya punya meaning dan nasionalis banged, didukung oleh jalan cerita yang tidak membosankan dan akting natural dari pemain-pemain cilik kita. Good Indonesian movie & two thumbs up for Ari Sihasale, the director!

Ketika aku akan balik ke Indonesia, banyak orang bilang, ngapain kamu pulang ke Indonesia? Disini kan sudah enak, bekerja gajinya jauh lebih tinggi (tentu kalo dikurs kan ke Rupiah), aman, nyaman, kemana-mana tinggal jalan kaki tanpa takut dirampok, teman Indo juga banyak. Aku cuma tersenyum dan berkata “Entahlah, rasanya aku lahir disana, aku juga ingin sampai tua disana. Tidak terpikirkan kalau aku akan tinggal di negeri lain selain di Indonesia.” 

Terlepas dari segala kekurangan negeri kita, bagaimanapun ini adalah negeri kita. Sama seperti: sejelek-jeleknya orang tua, tetep orang tua kita. Rasa cinta itu ada – tidak disadari sejak kapan, tanpa sebab, tanpa alasan – It is in my blood. Is it in yours too?